Wednesday 25 March 2009

Kartu Kredit - ku sayang yang menjebak...

Saya bukan seorang yang ahli dalam keuangan, tapi honestly saya belajar banyak hal dari kejadian sehari – hari yang sering terjadi baik yang saya alami sendiri maupun orang lain, dari teman dekat maupun orang lain bahkan di radio. Dan saya mencoba untuk share kepada orang lain yang mempunyai kasus yang kurang lebih sama.

Kartu Kredit (CC), tiap mendengar entah itu penawaran atau apapun bentuknya, saya teringat masa2 dulu ketika saya merasa diperbudak olehnya (CC). Dan perlu waktu yang cukup lama untuk menyadari kesalahan dan keterpurukan bahkan untuk recovery – nya.

Kehidupan di Jakarta khususnya dan Indonesia pada umumnya, orang – orang sangat suka belanja. Saya berkata demikian karena ketika saya studi di negara tetangga, dan bersama rekan non Indonesian, kita berjalan – jalan ke tempat wisata, I see in every corner many Indonesian, dan mereka belanja souvenir yang cukup lumayan banyak jumlahnya. Dan mungkin saya, the only one yang tidak belanja. Karena saya memang tidak sebagai tourist disitu, but sebagao pelajar yang sedang jalan2.

Dengan bertambahnya kemudahan kita untuk mendapatkan CC, ternyata akan menjebak kita dalam “hutang” terselubung, selama kita tidak bisa mengendalikan diri. Karena begitu mudahnya bertransaksi, dengan limti yang tidak sedikit, katakanlah minimal Rp. 5 juta. We can do something dengan limit itu.

Berawal dari limit itu, kita blanja, trus ternyata ketika jatuh tempo pembayaran, kita bayar minimum payment. Dengan salah satu pertimbangan adalah uang jatah pembayaran bisa dipake dulu untuk yang lain. Padahal kalau dihitung bunga CC sangat mencekik leher.

Yang kedua, bisa jadi awal ktia membuat CC untuk pertama kali akan terasa sangat sulit persetujuannya dan kita H2C alias harap2 cemas. Ketika kartu sudah dikirim, wah kita happy, dan pasti belanja di butik bergengsi kita tidak malu, karena ada CC yang juga prestige/gengsi buat kita. Dan dari satu CC, maka akan dengan mudah membuat 10 CC yang lain. Bisa dipastikan dan kita akan terbelenggu terhadap “hutang” yang awalnya tidak kita sadari.

Untuk orang – orang yang tinggal di kota besar, dan yang punya gaya hidup kota metropolitan terutama di Jakarta banyak sekali godaan, terkadang kita kemakan gengsi, punya sekali banyak keinginan, dan pastinya godaan belanja dan wisata kuliner ada dimana – mana. Sekali kita tidak bisa mengendalikan diri, pasti ke 10 CC yang kita punya akan over limit semua. Dan yang ada gaji bulanan kita hanya untuk membayar minimum payment saja.

Ketika ada teman saya share kalau dia membuat CC, dan ketika mau belanja di gesek ternyata tidak bisa, blio-nya agak sebel dengan Bank penerbit. Tapi jawaban saya: “ Bersyukurlah kamu tidak bisa gesek, selama masih bisa menghindari acara gesek mengesek dengan CC, sebaiknya dihindari”

Saya berkata demikian karena, takutnya kita akan melebihi batas kemampuan bayar kita. Saya alami sendiri hal tersebut yang hingga pada akhirnya saya potong semua kartu dan saya tutup, karena totally saya bisa terbelenggu hutang CC hingga puluhan juta rupiah.

Untuk sadarnya bahwa kita sudah terlibat hutang yang tidak sedikit, itupun lama loh... padahal sudah didepan mata hutang itu. Tiap ada spread dengan limit, hawanya maunya dimentokin limit, herannya lagi, beli barang sale dengan CC, tapi tagihan nantinya cuman dibayar dengan minimum, hadohhh bayar bunga dengan bayar belanja salenya malah mahal bayar bunganya. Sekarang saya mikir begitu bodohnya saya waktu itu, dan pastinya tidak worthed lah dengan kepuasan batin.

Untuk recovery??? Alamakkk butuh waktu bertahun – tahun, kurang lebih 2th, dengan uang yang ada plus dengan berbagai kebutuhan yang makin hari makin banyak. Itupun dicicil tiap bulan konsisten dengan CC tidak digunakan. Meski itupun masih ada godaan juga.

Hingga saat ini saya sangat berpikir, orang – orang yang sangat hobi berbelanja, apakah merkea menyadari atau tidak ya akan adanya momok hutang dan pembayaran bunga saja. Memang sih baju bagus, dan penampilan bahkan barang – barang yang dipake branded, ditambah lagi makan di resto – resto yang cozy dengan diskon gede, namun dibalik itu tagihan CC nya “meledak”, over limit dan bisa jadi dikejer2 Debt Collector.

Saya hanya mengingatkan saja untuk pengguna CC, kalau belum bisa mengendalikan diri, sebaiknya dihindari. Ternyata menggunakan CC perlu siap mental juga kali ya..

Bagi yang sudah terlilit hutang yang belibet sebaiknya:
1.Komitment untuk tidak menggunakan CC hingga semua tagihan lunas.
2.Jangan pernah bawa CC di dompet jika bepergian ke Mall. Karena meski kita awalnya tidak mau pakai, tapi godaan akan selalu datang kan?
3.Jika memang kita tidak bisa meletakkan CC di rumah, brankas kalau perlu, maka cara ekstrem adalah POTONG semua CC yang anda punya bahkan tidak usah kunjungi tempat – tempat yang lagi sale atau ada kata Mall – nya.
4.Konsisten dalam pembayaran. Misalnya tiap bulan Rp 500rb, maka jikapun jumlah tagihan sudah berkurang, maka jangan dikurangi pembayarannya ke minimum paymet. Kita tetep harus konsisten terhadap jumlah tersebut.
5.Jika salah satu CC sudah ada yang lunas, maka sebaiknya ditutup.

Dengan tidak adanya beban CC, saya yakin hidup anda akan jauh lebih nyaman. Demikian pula dengan saya.

“Gunakan uang anda dengan bijak, sebagaimana pula dengan Kartu Kredit anda”

Friday 6 March 2009

Resolusi yang tertunda

Resolusiku di tahun 2008 yang lalu, belum semua terpenuhi. hal yang paling on top yang aku inginkan adalah memiliki rumah. Namun tahun 2008 telah berlalu dan keinginanku belum terwujud, bahkan tidak ada sama sekali "clue" ataupun "hawa2" yang mengarahkan aku kesana.

Betapa aku tidak sedih, tidak kecewa. Namun memang keyakinanku dan intuisiku akan terwujudnya keinginan itu sangat besar. Dan memang dengan keyakinan ini, ternyata resolusiku yang tertunda itu bisa terwujud di tahun ini, 2009.

Bertemu hal yang tidak disangka, aku bisa membeli rumah dengan kriteria yang aku inginkan pula.
1. Lokasi, di Jakata bukan jakarta coret, di komplek rumah yang aku tinggalin sekarang as pengontrak selama 5 th (lama juga ya..)
2. Luas tanah, sesuai dengan kriteria optimum yakni 150Mt. Jadi tidak kecil banget.
3. Bangunan, not bad, terdiri dari 4 kamar (beyond my expectations).

Ketiga faktor itu yang menjadi pertimbangan, dan ternyata setelah sekaian lama survey, harga rumah di area itu lebih dari 800jt. Lokasi menjadi pilihan utama karena anak-anakku bersekolah di area itu. Tapi sungguh tidak disangka aku bisa mendapatkan rumah yang sekarang dengan harga yang kurang dari itu, dan proses yang tidak rumit. Karena rumah tua ya ada beberapa yang harus dipoles dan direnov.



Usaha suami dan aku alhamdulillah akhirnya "cemantel" orang Jawa bilang. dan Sangat puas. Semoga kedepannya kami diberikan kemudahan.

*Yakinlah kamu akan mendapatkan apa yang kamu inginkan, selama niatmu baik, keinginan itu akan tercapai tanpa kita bisa menyadari sebelumnya"